NETRALITAS GURU MENYUKSESKAN PEMILU
JIKA SAYA SEBAGAI “GURU”
(Oleh: Diyan Shodik Nurhadi H, S.Pd)
Sebutan golput merupakan istilah produk politik di Indonesia era orde baru, yang merupakan sebuah gerakan protes dari pemuda dan mahasiswa pada pemilu pertama era Orde Baru (orba) tahun 1971, meski terbilang cukup lama sembari menilisik sejarah masa lalu pada 3 Juni 1971. Ketika pemilih datang dan ada yang tidak hadir ke tempat pemungutan suara, istilah “putih” ini kala itu menganjurkan agar mencoblos bagian putih di kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta Pemilu. Tidak ada kata “golput” jika aku menjadi seorang “guru”. Ya! Begitulah kata singkatnya untuk “Golongan Putih”.
Teknologi yang sudah memasuki era digital 4.0, sudah tentu perimbangan laju informasipun semakin cepat dan pesat, masyarakat tentunya sudah begitu paham dan mengenal seluk beluk pemilu, apalagi tepat pada tanggal 17 April 2019 nanti seluruh lapisan masyarakat akan dihadapkan dengan Pileg dan Pilpres yang akan digelar secara serentak bersamaan dengan pilihan yang lain pada acara akbar demokrasi 5 (lima) tahunan, secara serentak proses pemilihan yakni memilih calon pemimpin dan memilih wakil dewan. Tidak hanya masyarakat saja, guru pun juga harus turut serta ambil bagian dalam memilih siapa nanti yang akan menjadi calon Presiden dan wakil presiden dalam 5 tahun kedepan.
![]() |
Fitriya Istifarini - Rohmatun Hidayah - Siti Khumairoh Guru SD Negeri Bantengputih - Karanggeneng |
Selain mendidik, mengajar dan melatih, guru selaku pegawai Aparatur Sipil Negara mengemban tugas yang amat penting dalam mendukung dan menyukseskan pemilu dengan menjaga netralistasnya. Netralitas guru menyukseskan pemilu yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa setiap pegawai Aparatur Sipil Negara tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Apalagi pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Republik Indonesia dan anggota Tentara Nasional Indonesia dan pasangan calon dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain atau lurah dan Perangkat Desa atau sebutan lain perangkat Kelurahan, sebagai mana tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 Pasal 70.
Aturan ketetapan dalam penegakan disiplin dan sanksi bagi Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan atau pengurus partai politik (Pasal 87 ayat 4 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014). Merujuk pada PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, terdapat beberapa ketentuan tentang hukuman dan penjatuhan hukuman yang tertuang disana. Untuk ketentuan hukuman terpilah menjadi 2 (dua), yakni: hukuman disiplin tingkat sedang dan hukuman disiplin tingkat berat, sedangkan yang menentukan penjatuhan hukuman adalah pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan. Nah, dari sini dapat kita jadikan sandaran khususnya guru yang mengajar di sekolah tingkat atas dalam menyuarakan pasangan calon kepada pemilih pemula, dimana pemilih pemula ini adalah rata-rata usia SMA sederajat. Untuk itu, sebelum melangkah lebih jauh, Aparatur Sipil Negara utamanya guru harus dapat berhati-hati dan mawas diri dengan cara menjaga netralitas, jika tidak maka jerat pidana akan menanti Anda.
Kembali ke titik awal tentang netralitas guru menyukseskan pemilu, jika saya sebagai “guru” maka sebagai seorang guru harus dapat berinstropeksi diri dalam menyukseskan pemilu yang sebentar lagi akan digelar secara serentak. Netralitas adalah kunci utama, bukan berarti golput dan tanpa memilih siapapun tapi inilah bentuk kewajiban kita sebagai Aparatur Sipil Negara.
*) Diyan Shodik Nurhadi H - 25/03/2019
#ASN_Netral
0 Comments