Teknologi Informasi Merubah Jati Diri

Teknologi Informasi Merubah Jati DiriTeknologi saat ini memang sudah meregenerasi dan memasuki peradaban baru sesuai dengan masanya.

Perlakuan teknologi industri era 4.0 juga merubah pandangan serta pola pikir, interaksi, dan informasi masyarakat saat ini, entah itu dari segi positif maupun negatif merupakan sisi tipis dari perbedaan yang selalu beriringan. Seperti dua sisi mata uang yang bersandingan.

Semenjak gawai muncul yang sekedar ditekan dan berbunyi tulilut, seiring waktu sudah berubah dengan sentuhan jempol dan seabreknya aplikasi yang dapat di instal hingga video call.

Fakta Hingga Belaka!
Uniknya kabar yang muncul seketika juga beragam, entah itu sekedar nyata dilandasi fakta atau sekedar hoax belaka yang ada di media sosial utamanya.

Ladang informasi beralih dari metode lama menuju semua bisa mewacana menjadi wahana baru dalam lini masa yang terangkum dalam facebook, whatsapp, instagram, twitter dan lain sebagainya.

Menjadi sebuah trending topik tersendiri atau mencari sensasi berita demi sebuah traffict view yang muncul sehingga semua bisa terkesima keberadaannya.

Fakta, realita, lata, dan isu bercampuraduk menjadi satu dan dimuat dalam laman-laman tersendiri dan di publikasi.

Teknologi Informasi Merubah Jati Diri
Picture By: Suhari [MC. Gindrang]
Mengurai Informasi Merubah Pola Pikir!
Sarana umum yang dapat dinikmati saat ini adalah informasi yang real time. Kabar berita, status, kisah senang hingga pilu ada didalamnya.

Ketika sebuah informasi yang kita terima apa kita perlu menyaring kebenarannya?.

Termakan Isu!
Jika sebuah informasi kita telan mentah-mentah tanpa menyelami seluk beluk kebenarannya terlebih dahulu, maka kita sudah terprofokasi.

Kondisi terlemah dari sebuah profokasi adalah mengadu domba. Metode lama yang pernah kita alami sebelumnya hanya mencari keuntungan semata yang berakibat fatal bagi yang pernah mengalaminya.

Tuntunan Informasi!
Sebagai umat muslim, Ulama, Kyai, Ustad hingga masyarakat awam pun dibekali dengan sebuah tuntunan berita yang akan kita kabarkan.

Hadist pun demikian. Riwayat dan diriwayatkan, kabar dan dikabarkan menjadi pentingnya sebuah pelajaran.

Ketika menerima sesuatu informasi, maka bahan rujukan sudah pasti ada dari pelaku hingga saksi yang menyaksikan, mendengarkan kepada yang diberi kabar.

Allah pun juga mewanti-wanti kepada kita: “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujuraat [49]: 6)

Inilah Allah menciptakan kita dua telinga untuk mendengar sisi dari kanan dan sisi dari kiri. Apakah yang kita dengar dari telinga kanan sudah benar lantas kita memutuskan sesuatu tanpa mendengar terlebih dahulu dari telinga kiri yang belum tentu salah.

Ketika kita hendak memutuskan atau melakukan sesuatu, maka emosi dan hawa nafsu ada di tingkatan yang paling bawah, baru setelah itu tingkatan hati sehingga akal yang waras bisa memikirkan mana yang baik dan mana yang kurang baik.

Menunggangi Keadaan Mencari Keuntungan!
Ketika sebuah permasalahan muncul, pastinya ada pihak-pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan dan keikhlasan.

Keuntungan yang di raih dari sebuah permasalahan yaitu materi, pangkat hingga jabatan, namun sedikit berbeda dengan menyelesaikan permasalahan dengan keikhlasan, yaitu pernah mengalami, rasa persaudaraan, kesetiakawanan, pertemanan hingga kemaslahatan.

Menerima sesuatu dan memberikannya kepada orang lain dengan dan atas dirinya tapi bukan dari orang yang memberi merupakan sebuah ironi tersndiri untuk mendapat pengakuan. 

Sanksi Teknologi Informasi!
Sudah tak asing lagi bagi kita penikmat media sosial untuk selalu bijak berkomunikasi dan bijak memberi informasi.

Benar atau tidaknya sebuah berita yang diunggah hingga sebuah isu atau bahkan komentar yang berujung sara, penghinaan hingga tindakan kurang menyenangkan menjadi aturan tersendiri.

Menjadi santer dan was-was diri bagi penikmat teknologi, sejak digulirkannya UU ITE atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sejak pertengahan tahun April 2008.

Informasi yang berujung isu, sara, tindakan yang kurang menyenangkan, merugikan, melecehkan dan sebagainya hingga vidio yang diunggah di media sosial juga dapat dijadikan alat bukti, sehingga perlunya kita untuk selalu mawas diri dalam menyikapi.

Mawas Diri Era Teknologi Informasi!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari No. 6018 dan Muslim No. 74)

Apabila kita sudah memastikan kebenaran sebuah berita atau informasi, lantas apakah informasi tersebut akan kita sebarkan secara langsung?
Tentu saja tidak, akan tetapi terlebih dahulu kita pahami, kita kaji dan kita telaah terlebih dahulu apa manfaat dari menyebarkan berita tersebut? 
Jika tidak ada manfaat sama sekali atau justru menimbulkan kesalah pahaman, keresahan atau kekacauan di tengah-tengah masyarakat dan hal-hal yang tidak diinginkan, lebih baik tidak langsung disebarkan (diam) atau minimal menunggu waktu dan kondisi yang tepat untuk menyampaikan.(*)

Wallahu a'lam bisawab.

Post a Comment

0 Comments